Sejarah Surat Kabar Tertua Di Sumatra
Surat Kabar yang tertua di Sumatera adalah Sumatera Courant, didirikan tahun 1859 di kota Padang, Sumatera Barat. Mula-mula berukuran kecil, terbit hanya beberapa kali dalam seminggu. Pendirinya seorang Indo terkenal sekali di Padang pada abad 19, bernama L.N.H.A. Chatelin yang sekaligus juga menjadi pemimpin redaksinya.
Entah apa sebabnya, perusahaan tersebut dijual ketangan seorang Indo terkenal bernama H.A. Mess, walaupun Chatelin tetap sebagai pimpinan redaksi. Tahun 1878 koran ini telah terbit tiap dua hari sekali, tetapi nama Chatelin tidak disebut-sebut lagi.
Hampir bersamaan waktunya, terbit pula di Padang surat kabar tertua nomor dua yaitu Padangsche Nieuws en Advertentieblad oleh R.H. Van Wijk Rz. Nomor perdananya muncul tanggal 17 Desember 1859, seterusnya terbit tiap Sabtu.
Koran tertua nomor tiga ialah Padangsche Handelsblad, mulai terbit tahun 1871 oleh sebuah perusahaan milik seorang Indo bernama H.J. Klitsch & Co. Mula-mula terbit hanya dua kali seminggu, tapi semenjak 1881 meningkat menjadi tiga kali. Semenjak tahun itu pula nama penerbitnya seperti tercantum di koran itu sendiri, menjadi Klitsch & Holtzapffel. Redaksinya dipimpin oleh seorang yang tak asing lagi di Padang, yaitu Mr. J. van Bosse, pengacara terkenal. Tahun 1883 nama koran ini diganti menjadi Nieuw Padangsche Handelsblad.
Koran tertua nomor empat adalah De Padanger yang mulai terbit pada awal Januari 1900. De Padanger merupakan hasil merger antara Sumatera Courant dengan Nieuw Padangsche Handelsblad setelah perusahaan penerbitannya diambil alih oleh J. van Bosse. Sejak saat itu De Padanger terbit setiap hari.
Kedua surat kabar tadi menguasai opini umum selama paruh kedua abad yang lalu. Mereka sering cakar-cakaran. Walaupun menentang keras segala upaya pemerintah memajukan pendidikan modern bagi anak-anak pribumi dan pada umumnya sering mengejek bangsa kita, namun kita harus mengakui bahwa tidak sedikit tulisan mereka menghantam secara keras politik Belanda. Yang paling banyak dikritik ialah keserakahan bangsa Belanda tetapi kritik mereka bukan disebabkan mereka bersimpati pada perjuangan kaum pribumi tetapi lebih pada karena kepentingan mereka yang semakin terdesak bahkan dengan semakin banyaknya pergerakan kemerdekaan dari pribumi semakin keras mereka menentang perjuangan kemerdekaan Indonesia karena mereka menganggap orang Indo lebih tinggi dari bangsa Indonesia. Pada perang dunia kedua, banyak sekali dari kaum Indo ini mendukung kaum Fasis.
Bersamaan dengan mergernya Sumatera Courant dan Nieuw Padangsche Handelsblad menjadi De Padanger sejak awal Januari 1900, kedua usaha penerbitan juga disatukan dengan nama baru: "N.V. Snelpersdrukkerij Insulinde’" berkantor di Pondok. Saingan mereka ialah koran Sumatera Bode yang telah terbit pada tahun 1892 oleh Karl Baumer. Keluarga Baumer merupakan pengusaha suskes di kota Padang pada awal abad ke 19.