Sejarah Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Ujian ini pada awalnya disebut SKALU (Sekretariat Kerja sama antar Lima Universitas) yang pertama kali diadakan secara serentak oleh lima perguruan tinggi negeri pada tahun 1976. Ke lima PTN ini merupakan lima PTN paling diminati (favorit) oleh para calon mahasiswa. Perguruan tinggi negeri (PTN) yang terlibat dalam program rintisan itu adalah Universitas Indonesia di Jakarta, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, dan Universitas Airlangga di Surabaya.Dengan sistem ujian masuk secara serentak ini, para calon mahasiswa tidak usah melakukan perjalanan jauh untuk menempuh beberapa ujian masuk perguruan tinggi negeri favorit pada waktu dan tempat yang berbeda untuk meningkatkan kemungkinan mereka diterima. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional), sistem ujian bersama ini bertujuan menolong para calon mahasiswa untuk menghemat waktu dan biaya walaupun sistem ini jelas mengakibatkan peluang seorang calon mahasiswa untuk memilih lebih dari satu PTN favorit menjadi hilang.
Pada 1977, sistem SKALU diperbaiki dengan mengharuskan mahasiswa memilih program studinya dan bukan hanya perguruan tinggi yang ingin dimasukinya. Atas pertimbangan jumlah PTN, standar dan lokasi, pada 1979 sistem ini dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak perguruan tinggi negeri, yang dibagi ke dalam tiga kategori.Kategori pertama di beri nama Proyek Perintis 1 yang melibatkan 10 perguruan tinggi, yaitu kelima perguruan tinggi di atas ditambah dengan Universitas Padjadjaran di Bandung, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Brawijaya Malang, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dan Universitas Sumatera Utara di Medan.Di masyarakat luas, Proyek Perintis 1 ini lebih dikenal dengan nama SKASU (Sekretariat Kerja sama Antar Sepuluh Universitas). Dalam sistem ini, mahasiswa diizinkan memilih tiga program studi di tiga perguruan tinggi.
Setelah kategori pertama, IPB, UI, ITB, dan UGM menyelenggarakan penerimaan mahasiswa baru tanpa ujian yang dikenal dengan nama Proyek Perintis 2. Sementara itu, 23 perguruan tinggi negeri lainnya mengembangkan sistem yang mirip Proyek Perintis 1 dengan nama Proyek Perintis. Sedangkan kategori tiga, yaitu perintis tiga, merupakan seleksi pada 23 PTN lainnya dengan proyek perintis tiga. Pada saat yang sama, 10 IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) mengembangkan sistem penerimaan dengan nama Proyek Perintis 4.
Beranjak pada tahun 1983, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memperbarui kondisi ini, dengan melibatkan semua PTN bergabung pada sebuah sistem penerimaan mahasiswa baru yang dikenal dengan SIPENMARU. Saat itu, juga tumbuh sebuah model penerimaan mahasiswa tanpa ujian, yang kemudian disebut sebagai penelusuran minat dan kemampuan (PMDK).
Kemudian pada tahun 1989, PMDK di beberapa PTN terhapus dan SIPENMARU pun ikut berubah nama menjadi UMPTN (ujian masuk perguruan tinggi negeri). Nah, saya rupanya tergolong mahasiswa era pertengahan, yang masih menikmati persaingan perebutan kursi PTN melalui pintu UMPTN.
Hingga tahun 2001, UMPTN pun kembali bermetamorfosis menyusul dikeluarkannya SK Mendiknas No 173/U/2001 yang mengubah namanya menjadi SPMB. SPMB ini dikelola oleh perhimpunan SPMB yang konon kebanyakan diisi oleh mantan pejabat di PTN terkenal.
Kisahpun berlanjut. Seakan tak ingin kehilangan momen reformasi, para rektor PTN mulai merasakan nikmatnya diperiksa oleh Irjen Depdiknas, BPK, bahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari sini, mulai muncul kegelisahan para rektor tentang pertanggungjawaban keuangan PTN yang aman dan transparan.Dari sini muncul ide untuk menyerahkan pengelolaan SPMB dari perhimpunan kepada PTN. Artinya, jika ditangani panitia bersama, maka dana yang diterima PTN adalah PNBP.
Sementara perhimpunan SPMB adalah badan hukum independen, sehingga dana yang diterima bukan lah PNBP.Kesalahpahaman itu kian meruncing, dan seakan membuktikan betapa tidak jelasnya aturan main yang ada, sehingga menimbulkan berbagai persepsi. Surat Keputusan Menteri Keuangan terkait PNBP sudah keluar sejak tahun 200, sementara perhimpunan SPMB menganggap mereka tidak melanggar ketentuan, karena telah berdiri sebagai badan hukum yang tidak perlu menyetor PNBP.Di sisi lain, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 115/KMIK.06/2001 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN), maka PNBP dari PTN terdiri atas sumbangan pembinaan pendidikan, biaya seleksi ujian masuk PTN, dan hasil kontrak kerja sesuai peran dan fungsi perguruan tinggi.
Hal ini yang kemudian mendorong 41 PTN untuk keluar dari SPMB dan berniat melakukan penerimaan sendiri, yang dikelola secara bersama-sama. Mereka risau, dan dengan tegas menganggap bahwa uang SPMB itu merupakan PNMB. Aksi kolosal pun berjalan, dimana seluruh PT besar di tanah air, sudah dipastikan untuk bergabung bersama UPMT Nasional.
Konon, hanya UI saja PTN eks SKALU yang tidak mau bergabung untuk membentuk UMPT Nasional (bukan UMPTN 1989). Sementara persiapan penerimaan mahasiswa baru 2008 kian mendekat, akhirnya UMPT Nasional dideklarasikan secara luas. Sementara SPMB, juga tetap berniat untuk menggelar model lamanya yang tidak mau menyetor hasil mereka sebagai PNBP.
Akhirnya, setelah DIKTI turun tangan, kedua pihak yang sempat “cerai” itupun sepakat untuk bergabung bersama SNMPTN, yakni Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri. Yang menarik, kini SNMPTN ditangani oleh para rektor aktif dari masing-masing perguruan tinggi, dan sudah sepakat bahwa dana seleksi itu akan masuk ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian, dana dikelola dengan model swakelola, termasuk untuk pelaksanaan seleksi dalam satu kepanitiaan nasional bersama.
Kini, ke-56 PTN-BHMN siap melaksanakan SNMPTN untuk pertamakalinya di tahun 2008, dan senantiasa merujuk pengelolaan dananya pada Peraturan yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.Adapun rektor Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga (UNAIR), masing-masing ditunjuk sebagai ketua bidang. Dan untuk masyarakat, tidak akan ada perbedaan yang akan dirasakan dalam menempuh proses seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Kesemuanya, sama halnya dengan sistematika yang pernah dijalankan oleh SPMB.